Oleh : Deka
Amalia
Memandangi
gadisku kini, seringkali mataku berkaca bahagia dan bangga. Rasa syukur atas
segala karunia yang telah Tuhan berikan pada kami. Betapa kehadirannya telah
memberikan begitu banyak arti akan hidup yang sesungguhnya. Ia hadir memberikan
banyak pembelajaran akan kehidupan ini. Mengikat cinta kasih antara kami
sekeluarga lebih dalam. Membuat kami mengerti akan kebesaran dan kasih sayang
Tuhan pada umatnya. Aku yakin seandainya semua memahami akan maksud dari setiap
pemberian Tuhan maka tak akan ada orang tua yang menyesal jika dikarunia anak
yang menyandang disabilitas.
Semua
itu tentu juga tidak serta merta aku pahami, dalam perjalanan membesarkan gadis
sulung kami. Namun, semakin hari semakin aku menyadari jika ia adalah karunia
terbesar dalam hidup kami. Bagi aku terutama, sebagai seorang ibu yang
melahirkannya. Ia membuat aku kuat, membuat aku mampu menghadapi segala apapun
dengan kebesaran hati. Segala pencapaiannya, cita-citanya, semangatnya,
mimpinya, kerja kerasnya, prestasinya, semua...semua membuat kami merasa
bangga. Meski perjalanan masih panjang untuknya, namun aku yakin ia mampu
meraih semua mimpinya.
Teringat
saat ia hadir di tengah-tengah kami. Ia bayi yang kami tunggu selama hampir 4
tahun lebih. Setelah dengan segala doa dan usaha, akhirnya kami dikarunia
seorang bayi perempuan yang cantik. Selama kehamilan yang aku jaga sedemikian
rupa, aku yakin akan memiliki seorang bayi yang sempurna. Namun Tuhan
berkehendak lain, saat bayi kami berusia 8 bulan. Aku curiga ada sesuatu yang
berbeda dengannya, karena ia terlalu anteng, tidak terpengaruh oleh berbagai
suara. Betul saja, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, akhirnya kami mendengar hasilnya jika ia tuna
rungu.
Sejenak
aku tenggelam dalam tangis, bingung menghadapi sesuatu yang tidak terduga
terjadi dalam hidup kami. Bingung apa yang harus kami lakukan. Hingga suatu
malam, saat memandangi wajahnya yang polos, cantik, tersenyum dalam lelap
tidurnya. Batinku tersentak, mengapa aku harus menangis jika bayiku tersenyum.
Maka sejak itu aku berjanji, tak akan ada lagi air mata, aku akan membuat
hidupnya selalu dihiasi senyuman. Aku
akan membesarkannya dan membuatnya mandiri. Kupeluk bayiku, dalam senyap malam.
Aku terpenjam dan berdoa. Ya Tuhan, ia karunia yang engkau berikan maka aku akan
mencintainya tanpa batas. Mendampinya, menjaganya dan memberikan yang terbaik
untuknya. Sejak itu hatiku tenang, hatiku merasa damai dalam keikhlasan akan
pemberian Tuhan. Tak lagi aku mencari penyebab, tak perlu itu. Ia hadir sebagai
buah cinta kasih kami. Ia hadir sebagai karunia yang luar biasa pada kami.
Akhirnya
aku mencari segala informasi tentang tuna runggu. Dari berbagai sumber. Apa
yang harus aku lakukan untuk bisa memberikan yang terbaik untuk bayi kami. Aku
ingin bisa mengatasi dengan tepat sehingga ia bisa memperoleh yang terbaik. Dokter
anak kami menyarankan untuk mulai sesi terapi bicara. Kami mendatangi akademi
terapi bicara, meski lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal kami tetapi tak
mengahalangi langkahku untuk secara rutin membawanya kesana. Hingga kemudian
memasukannya ke sekolah Santi Rama saat usianya masih batita.
Aku
tak menyangka waktu terapi yang dijalani anakku tidak instan, butuh waktu bertahun, butuh kesabaran yang luar biasa
untuk memperolah hasil nyata. Bayangkan sejak usia satu tahun hingga usia
batita ia belum bisa bicara. Belum ada satu kata bermakna yang keluar dari
bibirnya. Sampai aku bermimpi ia memanggil aku, mami...mami....sebab hanya
guman yang tak jelas yang keluar dari bibirnya. Badannya yang bongsor tentu kadang
menarik perhatian banyak orang jika kami berada di tempat umum. Namun pandangan
heran mereka saat itu yang melihat putri kami tidak bisa bicara hanya aku balas
dnegan senyuman. Pernah ada seorang ibu mendekati kami dan bertanya, kenapa
anaknya, tidak bisa bicara ya? Kasian, sekolah nggak? Aku hanya tersenyum, iya
bu anak saya tuna rungu, masih belajar bicara dan tentu saja ia sekolah. Ibu
itu tetap melihat aku dengan pandangan kasian, hinggga aku berkata, kami tidak
apa-apa, tidak perlu kasian pada kami.
Apa
itu menghalangi langkahku? Tidak. Aku membawanya kemana saja. Bagiku itu
penting. Ia harus terbiasa berada di tempat umum, bertemu banyak orang hingga
itu tentu yang akan sedikit demi sedikit memupuk rasa percaya dirinya. Aku
ingin ia merasa tidak berbeda, aku tak ingin sedikit pun keterbatasan dirinya
menghalangi langkahnya kelak. Kubiarkan ia bicara dengan siapa saja, karena
ternyata dasarnya putriku ini senang bicara. Dan aku adalah penerjemahnya
karena aku memahami apa yang ingin disampaikannya. Terutama jika ia ingin
sesuatu, entah makanan atau mainan, ia akan berteriak tidak jelas sambil
menunjuk benda yang diinginkannya. Dan aku akan menghampirinya, mau ini sayang?
Ini bagus ya? Ia melompat kegirangan. Aku
selalu mengakhirinya dengan pelukan hangat.
Kesabaran
akan membawa buah. Itu pasti ternyata. Hingga akhinya sesi terapi yang tak
terhitung lagi sudah kami jalani itu mulai sedikit demi sedikit memberikan
hasil yang luar biasa. Saat pertama kali satu kata bermakna keluar dari
bibirnya. Aku menangis penuh keharuan. Mi...bola...bola...mi....Ya Tuhan, aku
menguncang tubuhnya yang keheranan. Bilang lagi sayang, bilang lagi, mami mau
dengar....bola ya...bola....dan ia terus berkata, bola...bola...bola....Aku
berteriak kegirangan, anakku bisa bicara...bisa bicara....
Sejak
itu, kata demi kata semakin banyak lahir dari bibir mungilnya. Dan, kemudian
mulai terangkai dalam satu kalimat yang jelas. Aku mau makan, mau minum susu
dan sebagainya. Tak ada yang mustahil bagi yang mau berusaha, maka sejak itu aku
yakin, banyak pintu akan terbuka untuk anakku. Meski tentu tidak mudah, tetapi
aku yakin pasti akan ada jalan lebar baginya. Ia semakin cerewet dan mulai
banyak bertanya tentang berbagai nama benda, aku menulisnya dalam kertas-kertas
kecil. Atau, menuliskan nama-nama di bawah gambar. Misalnya gambar piring, lalu
aku tulis kata piring di bawahnya. Hingga kosa katanya terus bertambah. Seiring
dengan itu, ia mulai bisa membaca dan menulis dengan lancar. Berhitung ternyata
pelajaran yang paling dia sukai.
Saat
lulus TKLB Santi Rama. Pihak sekolah merekomendasikan anakku ke sekolah umum.
Menurut mereka anakku mampu jika mau. Ia cerdas, daya tangkapnya bagus, percaya
dirinya tinggi dan bicaranya semakin baik. Maka, aku mencari sekolah yang cocok
untuknya. Akhirnya aku menemukan sebuah Sekolah Dasar Islam yang mau
menerimanya. Meski dengan syarat jika tidak bisa mengikuti bersedia pindah. Aku
sampaikan pada mereka, perlakukan anakku sama saja. ia tidak butuh
diistimewakan, ia hanya butuh diterima dengan tulus.
Ternyata,
aku pun tak menduga saat setiap nilai ulangan harian yang ia bawa pulang selalu
angka 9 atau 10. Awalnya aku berpikir, yang penting ia bisa mengikuti ternyata
ia mampu lebih dari yang kuduga. Dan, saat menerima raport semester pertama ia
masuk 5 besar. Semakin aku yakin akan kemampuannya. Sejak itu prestasi
akademiknya selalu mendapat yang baik diantara yang terbaik. Semua berlangsung
hingga ia tamat sekolah dasar dengan nilai USBN yang luar biasa. Matematikanya
9,8. Begitu juga saat lulus SMP. Hingga kini, gadisku yang bernama Suci Geulis
duduk di kelas 2 SMA, jurusan IPA. Diluar prestasi akademik, ia jago
menggambar. Setiap mengikuti lomba ia pasti menang. Ia menyukai manga dan jago
komputer. Ia juga aktif di berbagai kegiatan sekolah. Saat SMP dulu ia pengurus
OSIS. Saat ini, ia ikut berbagai kegiatan ekskul dan lainnya di sekolah. Ia
berbaur dengan semua temannya yang mendengar.
Sejak
SMP bahkan ia sudah mampu belajar sendiri. Berbeda saat SD dulu, aku
mendampinginya belajar. Teringat aku membaca semua buku pelajaran sekolahnya,
membuat rangkuman, membuat soal latihan. Karena kuatir ia tidak menyerap dengan
baik penjelasan gurunya di sekolah. Aku menjelaskan satu demi satu kosa kata
yang belum ia pahami yang ada dalam buku pelajaran sekolahnya. Sejak SMP, ia
sudah mampu memahami semua dengan baik.
Aku
ingat saat ia duduk di kelas 5 SD. Mungkin saat pertama kali, ia menyadari kekuranganya. Jika ia tidak
mendengar. Ia bertanya mengapa? Bingung bagaimana menjelaskan pada anak seusia
itu. Aku hanya memeluknya dan berkata. Semua berasal dari Tuhan. Banyak kelebihan
yang Tuhan berikan pada kamu yang harus kamu syukuri. Ternyata ia hanya
menjawab santai, nggak apa-apa kok mi...aku hanya bertanya...
Sejak
itu, seolah itu tidak lagi mengganggunya. Ia layaknya gadis remaja yang lain.
Yang ceria dan aktif. Ia melakukan banyak hal. Bahkan ia terbiasa berpergian
kemana saja tanpa aku dampingi saat mengikuti kegiatan sekolah. Studi tour
keluar kota, misalnya. Ia juga sudah berani belanja sendiri atau melakukan apa
saja tanpa perlu lagi aku dampingi. Sering kami bercakap tentang banyak hal.
Tentang perasaannya jika bertemu orang baru atau berada di lingkungan baru.
Tentang mimpinya dan cita- citanya. Aku hanya mencoba menanamkan, jangan ragu
mengatakan saya tuna rungu. Iya mi, aku bangga pada diriku kok, jangan kuatir.
Nah, sekarang malah ia yang berusaha menetramkan hatiku....
Sebagai
seorang gadis yang mulai beranjak remaja, tentu tak lepas dari pemikiran.
Apakah aku akan mendapat pasangan? Dalam setiap apapun aku mencoba membawanya
pada Tuhan. Jika Tuhan menciptakan manusia berpasangan dan pasti akan ada
pasangan yang disiapkan Tuhan untuk kamu. Yang membuat aku bahagia, jika kami
sangat dekat. Bisa bercerita soal apa saja. selalu aku tegaskan jika aku aku
adalah temannya kini, yang bisa diajak bicara soal apa saja.
Memandanginya
kini, anak remaja kelas 2 SMA yang cantik, cerdas dan aktif. Apa pernah aku
akan mengira akan seperti ini dulu saat menimangnya semasa bayi? Tak pernah
terbayangkan dulu. Perjalanan yang panjang telah mengantarnya hingga seperti
saat ini. Ia tidak hanya bisa bicara dalam bahasa Indonesia tetapi juga bahasa
Inggris dan Arab. Tak pernah terbayangkan ini yang terjadi, dulu hanya bisa
berdoa dan berusaha. Terlebih lagi, ia tumbuh menjadi gadis yang penuh percaya
diri dan siap menghadapi apa pun yang harus dihadapinya. Ia tumbuh menjadi gadis
yang kuat.
Kini,
seolah ia tidak lagi membutuhkan banyak bantuan dari aku. Kadang, aku terbayang
dulu saat mendampinginya setiap hari. Merawatnya, mengendongnya, membawanya
terapi bicara, mengantar ke sekolah. Mendampinginya belajar setiap mata
pelajaran sekolah. Menuliskan berbagai kata hingga memenuhi kamarnya. Memandang
binar matanya saat perlahan mengucapkan satu kata....i n i b u n g a....begitu
berlangsung semasa SD. Saat mengantarnya les, menemaninya mengikuti lomba atau
hanya sekedar bermain. Saat dengan sabar membimbingnya untuk semakin mampu
merangkai kaliamat demi kalimat.
Semua
tinggal kenangan manis saat mendampingi putri yang teramat kucintai ini. Waktu
yang panjang telah terlewati. Sebentar lagi ia akan melesat jauh. Saat aku
mendengar cita-citanya, aku mau kuliah. Sebentar lagi kita akan
jarang bertemu, menyapa lewat udara. Tak terasa air mata menitik....
Dan,
ia akan bekerja nanti. Menikah. Memiliki keluarga. Semua yang dulu terasa berat
dijalani itu justru kini menjadi hal yang aku rindukan. Sebuah kenangan manis
bersama putriku. Maka, apa yang berat bagi seorang ibu? Tak ada sesungguhnya.
Semua akan terasa ringan jika dijalani dengan penuh cinta. Aku pun beruntung
suamiku bersamaku dalam setiap detik perjuangan membesarkannya. Aku yakin, ia
akan merindukan saat mengantar jemput sekolah putri kami yang telah dijalaninya bertahun lamanya.
Itulah,
maka aku katakan jika kehadirannya memberikan banyak berkah bagi kami. Setiap
pencapaiannya yang kami syukuri. Perjuangan ini menjadi terasa amat manis
karena hasil yang kami peroleh sungguh luar biasa. Tak ada yang mustahil untuk
dicapai bagi yang sabar. Bagi yang berdoa dan berusaha. Memang, masih panjang
perjalanan bagi putri kami tetapi semangatnya akan mampu mengalahkan semua
halangan.
Maka,
terimalah setiap kelahiran dengan rasa syukur dan bahagia. Apapun kondisi anak
kita adalah karunia Tuhan. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi, jangan
pernah singkirkan setiap anak yang menyandang disabilitas dari kehidupan kita.
Ia bukan sesuatu yang harus membuat kita malu. Ia akan memberikan kebanggaan
yang sama. Darinya, kita belajar akan arti syukur dan ikhlas yang sesungguhnya.
Seperti halnya aku, yang justru belajar banyak hal dari putriku. Aku belajar
menjadi kuat, sabar dan ikhlas.
Aku
mearasa saat ini aku telah tunai mengantarkannya ke gerbang masa depannya.
Meski kadang timbul pertanyaan sudah cukupkah bekal yang aku berikan padanya?
Ingin aku bisa memberi lebih banyak. Pernah aku mengintip buku hariannya, aku
istimewa karena mami memperlakukan aku dengan istimewa. Maka aku sama dengan
yang lain, aku tidak kekurangan apa-apa karena ada begitu banyak kelebihan
dalam hidupku. Saat itu aku menangis, bahagia karena ia mampu memahami dirinya
dengan baik.
Inilah
sebuah perjalanan yang hampir mencapai titik akhir. Terbayang, saat nanti ia
lulus SMA lalu kuliah. Maka aku hanya akan mendengar
kabar darinya lewat telpon, sms, bbm, email dan sebagainya. Namun, hati kami
tetap tersambung. Cinta kasih antara kami akan abadi. Dalam doa kami
masing-masing. Ia yang selalu ada dalam doaku dan aku yang selalu ada dalam doanya.
Setiap
anak adalah istimewa. Meski apa pun kekurangan yang ia miliki. Pasti ada
kelebihan yang ia miliki. Jangan pernah menyerah oleh sebuah kondisi. Berjuang
dan terus berjuang tanpa kenal lelah.
Anakku
sayang, kuantarkan kau ke gerbang...
Note : Saat ini, tahun 2016, Suci sudah kuliah di Fakultas Desain Komunikasi Visual.
IPK semester pertamanya 3,6. Saat ini, ia semester 2
Masya Allah......Terharu saya bacanya mba. suci punya ibu yg hebat dan sabar...Barakallah....:-)
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih ya mbak...Aamiin...
HapusIkut terharu bacanya :(
BalasHapusKeingat anak2 saya, ngrasa diri ini belum baik jd ibu. Terima kasih mbak :)
Alhamdulillah, sama-sama mbak...
HapusBrakallahu suci semoga selalu dilacarkan semuanya dan diberi kesehatan pada bundanya yang keren banget... TOP BGT.. ^_^
BalasHapusAamiin. makasi ya mbak..
HapusSubahannalh, orangtua yg luar biasa menjadikan anaknya juga luar biasa. Jadi malu, saya masih banyak ngeluh :(
BalasHapusMakasi ya mbak...
Hapusbisa merasakan apa yang mbak Deka rasakan. saya juga punya anak khusus. Tapi, sampai kini saya masih harus terus erjuang untuknya. tulisan ini menambah semangat agar terus menaruh harapan.
BalasHapusAlhamdulillah. Semangat mbak. Terus berjuang. Jangan pernah berhenti berdoa dan berharap. Insya Allah....
HapusYah pilekku kumat lg T.T
BalasHapusMakasi mbak
HapusHanya orang tua istimewa yg mampu merawat anak2 istimewa menjadi lebih istimewa.
BalasHapusTerima kasih ya mbak...
Hapus